Misi dakwah Nabi Muhammad SAW di Makkah bukanlah perjalanan yang mudah. Sebagai seorang utusan Allah yang membawa ajaran Islam, Nabi Muhammad harus menghadapi berbagai tantangan dan rintangan yang berat. Penduduk Mekah saat itu masih kuat memegang tradisi penyembahan berhala, dan perubahan yang Nabi Muhammad tawarkan tidak diterima begitu saja. Meski begitu, beliau tak pernah menyerah. Mari kita simak lebih dekat bagaimana perjalanan dakwah Nabi Muhammad SAW di Makkah Al Mukarramah yang penuh perjuangan ini, dengan tetap berusaha menginspirasi para pengikutnya dan bertahan meski mendapat banyak penolakan.
Awal Mula Dakwah: Secara Rahasia
Setelah Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama dari Allah melalui Malaikat Jibril di Gua Hira, beliau merasa yakin bahwa dirinya telah ditunjuk sebagai rasul untuk menyampaikan pesan kebenaran. Namun, Nabi Muhammad tidak langsung menyebarkan dakwah secara terang-terangan. Selama tiga tahun pertama, dakwah dilakukan secara diam-diam atau sembunyi-sembunyi (dakwah sirriyyah).
Nabi Muhammad SAW mulai berdakwah kepada orang-orang terdekatnya seperti istrinya, Khadijah, dan sahabat-sahabatnya, termasuk Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib, dan Zaid bin Haritsah. Mereka adalah orang-orang pertama yang menerima ajaran Islam. Mengapa secara sembunyi-sembunyi? Karena Nabi Muhammad paham, jika dakwah dilakukan secara terbuka di awal, penolakan dari kaum Quraisy akan sangat keras.
Namun, meski dilakukan secara rahasia, dampaknya mulai terasa. Dari lingkaran kecil keluarga dan sahabat, dakwah Nabi Muhammad SAW menyebar ke lebih banyak orang. Dalam waktu tiga tahun, puluhan orang telah masuk Islam. Mereka menyadari bahwa Islam membawa pesan tauhid (keesaan Allah), keadilan, dan kesejahteraan untuk semua.
Dakwah Terbuka: Tantangan Makin Berat
Setelah tiga tahun, Nabi Muhammad SAW mendapat perintah dari Allah untuk mulai berdakwah secara terang-terangan. Saat itulah beliau naik ke Bukit Safa, mengumpulkan orang-orang Mekah, dan mengumumkan bahwa dirinya adalah utusan Allah. Beliau menyerukan kepada penduduk Mekah untuk meninggalkan penyembahan berhala dan hanya menyembah Allah yang Esa.
Tentu saja, hal ini tidak disambut dengan baik oleh kebanyakan orang, terutama oleh para pemimpin Quraisy. Bagi mereka, ajaran yang dibawa Nabi Muhammad adalah ancaman. Mekah saat itu adalah pusat perdagangan dan juga pusat peribadatan kepada berhala. Setiap tahun, orang-orang dari berbagai suku datang untuk berziarah ke Ka’bah yang saat itu dipenuhi dengan patung-patung berhala. Kehadiran ziarah ini membawa keuntungan besar bagi penduduk Mekah, khususnya bagi para elit Quraisy.
Mereka melihat ajaran Nabi Muhammad SAW sebagai ancaman terhadap posisi mereka sebagai pemimpin masyarakat Mekah dan juga terhadap ekonomi kota yang bergantung pada ziarah penyembahan berhala. Oleh karena itu, mereka mulai melancarkan berbagai cara untuk menghentikan dakwah Islam.
Baca juga : Mengenal Tempat Miqat Jamaah Indonesia
Penolakan dan Persekusi
Para pemimpin Quraisy seperti Abu Lahab, Abu Sufyan, dan Abu Jahal menjadi lawan utama dakwah Nabi Muhammad SAW. Mereka menolak ajaran tauhid yang dibawa beliau dan berusaha dengan segala cara untuk menghentikan penyebaran Islam. Tidak hanya dengan debat atau argumen, tetapi juga dengan kekerasan dan persekusi.
Orang-orang yang masuk Islam, terutama mereka yang berasal dari kalangan bawah, seperti budak dan orang miskin, menjadi sasaran penyiksaan yang kejam. Misalnya, Bilal bin Rabah, seorang budak berkulit hitam yang memeluk Islam, diperlakukan dengan sangat tidak manusiawi. Dia sering dipukul, dijemur di bawah terik matahari Mekah, dan tubuhnya dihimpit dengan batu besar agar dia mau meninggalkan Islam. Namun, dengan tegar Bilal hanya terus mengucapkan, “Ahad, Ahad” yang berarti “Allah Yang Maha Esa.”
Keluarga Yasir juga tidak luput dari penyiksaan. Ammar bin Yasir bersama ayahnya, Yasir, dan ibunya, Sumayyah, menjadi korban kekejaman kaum Quraisy. Ibunya, Sumayyah, bahkan menjadi syahid pertama dalam Islam setelah disiksa hingga meninggal karena tidak mau meninggalkan agamanya.
Melihat penderitaan yang dialami para pengikutnya, Nabi Muhammad merasakan kesedihan yang mendalam. Namun, beliau terus memberikan dukungan, motivasi, dan doa agar mereka tetap kuat dalam iman. Beliau tahu, meski jalan dakwah ini berat, ganjarannya di akhirat akan jauh lebih besar.
Perlindungan dari Abu Thalib dan Siti Khadijah
Selama masa-masa sulit itu, Nabi Muhammad SAW mendapatkan dukungan penuh dari pamannya, Abu Thalib, dan istrinya, Siti Khadijah. Abu Thalib, meski tidak masuk Islam, selalu melindungi keponakannya dari ancaman Quraisy. Sebagai salah satu tokoh terhormat di Mekah, kehadiran Abu Thalib membuat Quraisy ragu untuk menyakiti Nabi Muhammad secara langsung.
Siti Khadijah, di sisi lain, adalah sosok yang selalu mendukung Nabi Muhammad dalam segala hal. Baik secara emosional maupun finansial, Khadijah adalah pilar kekuatan bagi Nabi Muhammad. Dalam setiap cobaan yang dihadapi, Khadijah selalu ada di sisi beliau, memberikan ketenangan dan keyakinan bahwa Allah akan selalu bersama mereka.
Pemboikotan Kaum Muslim
Penolakan terhadap dakwah Nabi Muhammad mencapai puncaknya ketika para pemimpin Quraisy memutuskan untuk memboikot Bani Hasyim, keluarga Nabi Muhammad. Mereka melarang interaksi perdagangan dan sosial dengan Bani Hasyim, memaksa keluarga Nabi Muhammad hidup dalam kondisi yang sangat sulit selama tiga tahun.
Selama pemboikotan itu, Bani Hasyim, termasuk orang-orang yang sudah memeluk Islam, harus hidup terisolasi. Mereka kekurangan makanan, air, dan kebutuhan dasar lainnya. Namun, meskipun menghadapi penderitaan yang begitu berat, Nabi Muhammad tetap teguh dalam menyebarkan ajaran Islam. Beliau dan para pengikutnya tetap bertahan dengan keyakinan bahwa Allah akan menolong mereka.
Tahun Kesedihan
Dakwah Nabi Muhammad di Mekah semakin terasa berat ketika dua orang terpenting dalam hidupnya, Abu Thalib dan Siti Khadijah, meninggal dunia dalam waktu yang berdekatan. Peristiwa ini dikenal sebagai Tahun Kesedihan (Aamul Huzn). Kehilangan keduanya membuat posisi Nabi Muhammad semakin rentan. Tanpa perlindungan dari Abu Thalib, kaum Quraisy semakin berani untuk menekan dan mengancam beliau.
Namun, meskipun kesedihan begitu mendalam, Nabi Muhammad tidak pernah berhenti berdakwah. Beliau tetap tegar dan berusaha mencari jalan untuk melanjutkan misinya.
Puncak Penolakan: Peristiwa Thaif
Setelah merasa situasi di Mekah semakin sulit, Nabi Muhammad memutuskan untuk mencoba menyebarkan dakwah di luar Mekah. Beliau pergi ke kota Thaif, berharap penduduk di sana akan menerima ajaran Islam. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Nabi Muhammad dan pengikutnya mendapatkan sambutan yang sangat buruk. Mereka dihina, dilempari batu, dan diusir dari Thaif.
Kejadian ini merupakan salah satu momen paling menyakitkan dalam kehidupan Nabi Muhammad. Meski demikian, beliau tidak pernah menyimpan dendam. Bahkan, ketika malaikat menawarkan untuk menghukum penduduk Thaif, Nabi Muhammad menolaknya. Beliau justru berdoa agar suatu hari nanti, keturunan dari penduduk Thaif akan menerima Islam.
Hijrah: Awal Babak Baru
Setelah sekitar 13 tahun berdakwah di Mekah, kondisi semakin sulit bagi Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya. Penindasan, persekusi, dan ancaman terus meningkat. Akhirnya, atas perintah Allah, Nabi Muhammad dan para pengikutnya berhijrah ke Yatsrib (kini Madinah), sebuah kota yang menerima Islam dengan terbuka. Hijrah ini menandai babak baru dalam dakwah Nabi Muhammad SAW dan menjadi titik balik bagi perkembangan Islam.
Meskipun perjalanan dakwah di Mekah penuh tantangan dan rintangan, Nabi Muhammad SAW tetap konsisten dalam misinya. Dengan kesabaran, kebijaksanaan, dan keyakinan yang kokoh, beliau berhasil menanamkan fondasi Islam yang kuat. Mekah mungkin menolak beliau di awal, tetapi pada akhirnya, Mekah akan menjadi pusat peradaban Islam, tempat kelahiran agama yang akan mengubah dunia.
Dakwah Nabi Muhammad SAW di Makkah Al Mukarramah-Itulah kisah perjuangan Nabi Muhammad dalam menyebarkan Islam di Makkah. Meski menghadapi banyak penolakan dan persekusi, beliau tidak pernah menyerah. Kesabaran dan keteguhan hati beliau menjadi inspirasi bagi kita semua untuk tetap teguh dalam menghadapi tantangan hidup.
Baca juga : Kisah Perjuangan Ammar bin Yasir