Salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yakni Ali bin Abi Thalib menjadi khulafaur rasyidin terakhir atau pemimpin Islam setelah Rasulullah wafat. Ali adalah khalifah yang keempat. Berikut ini kisah Ali Bin Abi Thalib sebagai khalifah yang terakhir.
Ali bin Abi Thalib merupakan sepupu Rasulullah SAW. Ayahnya bernama Abu Thalib, yang tidak lain adalah paman Nabi Muhammad SAW. Ali yang memiliki nama asli Haydar ini dilahirkan di Makkah pada tanggal 13 Rajab, sepuluh tahun sebelum Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi rasul.
Sejak Ali dilahirkan, ia dibesarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Ali telah menjadi sumber kebahagiaan bagi Muhammad yang saat itu belum memiliki anak laki-laki. Nama Ali juga diberikan oleh Nabi Muhammad SAW.
Ketika Nabi diangkat menjadi Rasul dan memulai berdakwah, Ali adalah salah satu dari yang pertama yang mempercayainya. Ali termasuk dalam golongan assabiqunal awwalun, yaitu orang-orang yang pertama masuk Islam. Dia memeluk Islam ketika masih remaja.
Ali bin Abi Thalib dikenal sebagai pribadi yang sangat sopan dan cerdas. Rasulullah bahkan memberikan julukan kepadanya sebagai pintu gerbang pengetahuan Islam. Ali kemudian menikahi Fatimah Az-Zahra, putri bungsu Nabi Muhammad SAW, yang berasal dari Khadijah.
Ali terlibat dalam sejumlah peperangan bersama Rasulullah, namun perang Tabuk menjadi pengecualian. Pada peristiwa tersebut, Ali diberikan tugas krusial oleh Rasulullah untuk menjaga kota Madinah. Ali juga mampu membuka Benteng Khaibar saat perang Khaibar, sementara pada saat itu tidak ada satu pun orang yang dapat membukanya.
Baca juga : 12 Keutamaan Sabar Dalam Islam
Setelah wafatnya Rasulullah SAW, Ali bin Abi Thalib menjadi penerus kepemimpinan Islam sebagai khalifah yang keempat dan terakhir dari khulafaur rasyidin. Dia melanjutkan kepemimpinan setelah Abu Bakar ash-Shidiq, Umar bin Khattab, dan Usman bin Affan.
Sebagai salah satu dari khulafaur rasyidin, Ali memiliki kewajiban untuk memimpin Islam. Selama masa pemerintahannya, dia harus melaksanakan tugas memperluas penyebaran agama Islam dan juga berupaya meningkatkan kesejahteraan umatnya.
Pemerintahan Ali dianggap sebagai masa yang paling sulit dalam sejarah Islam karena menyaksikan konflik saudara antara umat Muslim setelah terjadinya tragedi pembunuhan Khalifah ketiga, Utsman bin Affan.
Setelah Sayyidina Utsman bin Affan gugur, kekacauan melanda kota Madinah. Ini disebabkan oleh kekosongan kepemimpinan setelah wafatnya Sayyidina Utsman, yang belum digantikan oleh siapapun. Kekosongan ini semakin memperparah keadaan di Madinah, sedangkan negara dan masyarakat membutuhkan seorang pemimpin yang dapat menghidupkan kembali umat Islam setelah masa kemerosotan dan kekacauan yang telah terjadi.
Masyarakat Madinah memerlukan pemimpin yang tidak hanya memiliki kekuatan, tetapi juga memiliki kemampuan untuk mengayomi mereka, mengatasi krisis, dan memperbaiki kerusakan yang tengah melanda masyarakat saat itu.
Kaum Muslimin memilih untuk mengarahkan harapannya kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib, karena hanya dia yang dianggap mampu menyelamatkan umat Islam. Setelah kekacauan yang terjadi, tak ada satu pun yang berani mencalonkan diri sebagai pengganti Khalifah Utsman bin Affan. Sosok pemimpin yang diidamkan oleh masyarakat pada saat itu adalah sosok seperti Sayyidina Ali bin Abi Thalib.
Ali bin Abi Thalib adalah seorang yang mempunyai banyak kelebihan. Dia mahir dalam seni pedang dan pena, dan memiliki kecerdasan dalam mengatasi berbagai masalah keagamaan. Kata-katanya dihormati oleh para sahabatnya.
Ali bin Abi Thalib juga terkenal sebagai sosok yang sederhana dan rendah hati. Baik sebelum beliau diangkat sebagai khalifah maupun setelahnya, beliau tidak menunjukkan perbedaan dalam gaya hidupnya di dalam keluarganya. Kesederhanaan ini juga diwariskan kepada anak-anaknya.
Sejatinya, Sayyidina Ali bin Abi Thalib tidak memiliki ambisi untuk menjadi khalifah. Malahan, Ali menolak usulan dari sahabat-sahabat yang berkeinginan menjadikannya khalifah. Ali meyakini bahwa posisi khalifah adalah sesuatu yang sangat berarti, yang memerlukan kesepakatan dan dukungan penuh dari para sahabat yang sebelumnya telah berjuang bersama Nabi Muhammad SAW.
Sesudah Ali bin Abi Thalib menjadi pemimpin yang sah, ia harus mengemban tanggung jawab yang semakin berat. Ali harus memimpin dengan baik dan menghadapi berbagai tantangan yang muncul. Seperti yang kita tahu, Ali bin Abi Thalib diangkat menjadi khalifah dalam situasi yang penuh dengan kekacauan dan konflik. Bahkan, putranya pun mengkritiknya karena bersedia menerima jabatan tersebut. Namun, Ali tidak pernah menarik diri atau menyerah begitu saja karena ia merasa memiliki panggilan dalam hatinya untuk terus memperjuangkan Islam.
Sistem kepemimpinan yang diterapkan oleh Khalifah Ali bin Abi Thalib berbeda dengan pendekatan yang digunakan oleh Khalifah Utsman bin Affan. Khalifah Ali bin Abi Thalib cenderung mengadopsi suatu sistem yang lebih serupa dengan gaya kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab, yang ditandai oleh ketegasan, disiplin, dan keberanian dalam menjalankan kebijakan ekonomi seperti pengumpulan zakat dan berbagai jenis pajak.
Di sisi lain, Khalifah Utsman bin Affan menerapkan pendekatan yang lebih lunak dalam mengelola kebijakan ekonomi, sehingga menyebabkan banyak kelompok yang merasa kurang puas dengan pemerintahan Ali bin Abi Thalib karena dianggap mengancam kesejahteraan dan kepuasan hidup mereka.
Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, seringkali terjadi pemberontakan dan stabilitas sangat kurang. Ali mengambil tindakan untuk mengganti gubernur-gubernur yang telah ditunjuk pada masa kepemimpinan Utsman bin Affan, menganggap bahwa pemberontakan disebabkan oleh kecerobohan mereka. Selanjutnya, Ali mengambil langkah untuk mengambil kembali tanah yang sebelumnya telah diberikan oleh Utsman kepada masyarakat, mengarahkan pendapatan dari tanah tersebut ke kas negara, dan kembali menerapkan sistem distribusi pajak tahunan, mirip dengan kebijakan yang diterapkan pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab.
Dampak dari kebijakan-kebijakan tersebut menyebabkan pemerintahan mengalami gejolak dalam bentuk pemberontakan-pemberontakan. Salah satu insiden pemberontakan yang tercatat pada masa kepemimpinan Ali bin Abi Thalib adalah Perang Jamal. Pemberontakan ini muncul akibat ketidakpuasan beberapa sahabat terhadap Ali, yang menghambat penyelidikan atas pembunuhan Utsman bin Affan.
Selain itu, Perang Siffin juga meletus pada tahun 37 H (656 M), melibatkan Ali bin Abi Thalib dan gubernur Syiria, Mu’awiyah bin Abu Sufyan. Konflik ini bermula dari dorongan Mu’awiyah untuk membalas kematian Khalifah Utsman bin Affan.
Walaupun terdapat banyak pemberontakan selama pemerintahan Ali bin Abi Thalib, namun dia juga berhasil mencapai beberapa prestasi dalam upayanya untuk memajukan perkembangan Islam. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
- Perkembangan dalam bidang pemerintahan melibatkan tindakan Ali bin Abi Thalib yang menggantikan gubernur yang telah ditunjuk selama masa kepemimpinan Utsman bin Affan, serta mengambil kembali tanah milik negara yang sebelumnya telah diberikan kepada masyarakat.
- Dalam ranah politik dan militer, Ali bin Abi Thalib berhasil merancang struktur polisi dan menetapkan peran-peran mereka, yang menghasilkan perluasan wilayah kekuasaan Islam oleh umat Islam.
- Pada masa pemerintahan Khalifah Ali, terjadi kemajuan dalam bidang ilmu bahasa, termasuk pengembangan seni kaligrafi serta kelanjutan teknik penulisan al-Qur’an yang telah dimulai pada masa kepemimpinan Utsman bin Affan.
- Kemajuan dalam sektor pembangunan, menjadi salah satu prestasi Khalifah Ali bin Abi Thalib dalam konteks pengaturan perkotaan. Kota Kufah di Irak menjadi bukti nyata keberhasilan Ali dalam memperbaiki tatanan perkotaan.
- Dalam ranah ekonomi, Ali hanya meneruskan beberapa kebijakan yang sebelumnya diterapkan oleh Umar, termasuk pengelolaan tanah yang diambil dari Bani Umayyah dan warga lainnya untuk meningkatkan penerimaan negara, sambil merawat dan mempertahankan Baitul Mal.
- Dalam perkembangan pendidikan, Ali mendirikan beberapa madrasah untuk menyediakan pembelajaran dan mempromosikan hukum Islam.
Masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib berakhir ketika beliau meninggal pada tanggal 20 Ramadhan tahun 40 H atau tanggal 24 Januari 661 Masehi. Pada saat itu, usianya adalah 63 tahun, dan beliau gugur sebagai syahid setelah memimpin selama hampir 6 tahun. Demikian kisah Ali Bin Abi Thalib sebagai khalifah yang terakhir dalam meneruskan dakwah Nabi Muhammad SAW.
Baca juga : Kisah Nabi Dzulkifli AS Singkat