Umar bin Khattab, merupakan seorang sahabat setia Nabi Muhammad SAW yang memegang jabatan sebagai Khulafaur Rasyidin Kedua, menggantikan posisi Abu Bakar. Sebelum memeluk agama Islam, Umar bin Khattab dikenal sebagai individu yang dihormati sekaligus ditakuti oleh masyarakat Quraisy. Berikut ini kisah Umar bin Khattab dan kepemimpinannya yang bijaksana kepada rakyatnya.
Dia juga terkenal sebagai pemuda yang berperilaku kejam, ganas, dan pemberani. Bersama dengan Umar bin Hisyam (Abu Jahal), kedua individu ini kerap menghalangi masyarakat untuk memeluk Islam karena adanya rasa benci mereka terhadap agama tersebut.
Ketika menginjak usia 27 tahun, Umar bin Khattab pernah memiliki niat untuk melakukan tindakan terhadap Rasulullah SAW karena menganggap bahwa dakwah beliau telah menyebabkan perpecahan di antara bangsa Arab dan memicu konflik-konflik bersenjata. Namun akhirnya niatan tersebut batal setelah dia mendapat petunjuk dari Allah SWT untuk memeluk Islam.
Kisah Umar bin Khattan Masuk Islam
Kehadiran Umar Bin Khattab sebagai seorang Muslim adalah hasil dari doa yang diterima oleh Allah SWT dari Nabi Muhammad SAW. Doa ini diperkenankan sebagai bentuk penghargaan atas ketabahan Umar dalam menghadapi berbagai ujian selama periode dakwah.
Hidayah diberikan ketika Umar Bin Khattab hampir melakukan pembunuhan terhadap Rasulullah SAW. Ketika itu, seorang teman dekat Rasulullah, Nu’aim bin Abdillah, menginformasikan kepadanya bahwa adiknya, yaitu Fatimah, telah masuk agama Islam.
Baca juga : Kisah Khadijah Istri Dari Rasulullah SAW
Mendengar berita tersebut, Umar Bin Khattab segera berbalik dan dengan emosi yang memuncak, ia bergegas menuju ke rumah Fatimah untuk meminta penjelasan. Namun, begitu ia tiba di sana, Umar Bin Khattab justru mendapati Fatimah dan suaminya sedang dalam keadaan membaca Al-Quran.
Kemudian, Umar menampar adiknya dengan cukup keras, membuat Fatimah tersungkur dan berlinang air mata. Saat itulah, Umar melihat gambaran yang sangat mirip dengan dirinya sedang membaca ayat Al-Quran di tangan adiknya. Perasaan yang mendalam menyelinap dalam diri Umar ketika menyaksikan ayat Al-Quran tersebut, bahkan tubuhnya ikut gemetar merasakan getaran makna ayat tersebut.
Kali ini, Umar berkeinginan untuk segera bertemu dengan Rasulullah SAW. Niatnya tidak lagi untuk mengancam nyawa Rasulullah SAW, melainkan ia ingin memeluk agama Islam. Dengan langkah mantap, Umar menuju ke Darul Arqam, lokasi di mana Rasulullah SAW dan para sahabatnya berkumpul.
Saat Umar tiba, kegelisahan melanda para sahabat yang khawatir Umar akan melancarkan serangan. Namun, Rasulullah justru membuka pintu untuk Umar.
Kemudian, Umar menyatakan keinginannya untuk memeluk iman kepada Allah SWT. Ia mengucapkan kalimat syahadat sebagai tanda komitmennya. Rasulullah dan para sahabat merasa sangat gembira dengan pilihan keislaman Umar, yang mereka sambut dengan takbir riang.
Setelah masuk agama Islam, Umar menyarankan kepada Rasulullah untuk tidak melanjutkan penyebaran Islam secara diam-diam. Sejak saat itu, Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya mulai menyampaikan dakwah secara terbuka. Jumlah pengikut Rasulullah SAW juga semakin bertambah pesat.
Kisah Umar dan Seorang Ibu Yang Memasak Batu
Kisah Umar Bin Khattab Dan Kepemimpinannya-Terdapat banyak cerita yang mengisahkan kisah Umar bin Khattab selama masa hidupnya. Salah satunya adalah kisah yang terkenal saat Umar berjumpa dengan seorang ibu yang sedang memasak batu untuk anak-anaknya karena tidak memiliki makanan sama sekali.
Pada suatu malam, tepat menjelang dini hari, Khalifah Umar melaksanakan kebiasaan rutinnya dengan berjalan bersama pengawalnya, guna memeriksa situasi rakyatnya. Umar akhirnya tiba di suatu dusun kecil yang terpencil, dan dengan lembut telinganya mengenali raungan sedih seorang balita. Tak lama berselang, tangisan itu mereda, hanya untuk kembali beberapa saat kemudian. Tangisan si kecil itu begitu mengiris hati.
Kemudian, Umar mencari asal suara tangisan itu. Langkahnya mengarah ke sebuah rumah gubuk sederhana yang dibuat dari kulit kayu. Di dalam gubuk tersebut, terlihat seorang ibu tengah duduk di depan tungku, seolah-olah sedang memasak.
Terlihat sang ibu sibuk mengaduk adonan di dalam panci, kadang-kadang juga ia lembut membujuk anaknya agar tertidur. Sang anak dapat seketika terlelap begitu mendengar suara lembut sang ibu, tetapi tidak berapa lama kemudian ia terbangun dan kembali menangis. Pola ini berulang berkali-kali, hingga akhirnya membuat rasa penasaran tumbuh dalam diri Umar tentang aktivitas apa yang sedang dilakukan oleh ibunya.
Dengan perlahan, Umar mendekat. Tangannya lantas mengetuk lembut pada daun pintu sembari mengucapkan salam. Umar tidak ingin orang mengenali dirinya, sehingga ia datang sebagai tamu dengan menyamar. Dengan sigap, Umar segera mengajukan pertanyaan mengenai masakan yang sedang disiapkan oleh ibu rumah, serta alasan di balik tangisan tak henti-hentinya dari sang putra.
Dengan perasaan sedih, ibu tersebut membagikan situasinya. Ia menjelaskan bahwa anaknya menangis karena lapar, namun ia tidak memiliki makanan di rumah. Ibu ini juga menyampaikan bahwa ia berpura-pura memasak sebuah batu untuk menghibur sang anak, seolah-olah sedang mempersiapkan makanan.
Ibu tersebut juga mengeluarkan keluhan dengan keras terhadap pemimpin pada masa itu. Setelah mendengar unek-unek ibu tersebut, Umar pergi dengan hati yang hancur dan menangis sambil memohon ampun kepada Allah SWT. Ia merasa telah menjadi pemimpin yang ceroboh sehingga tidak menyadari bahwa ada rakyatnya yang menderita.
Tanpa banyak berpikir, Umar segera pulang untuk mengambil sebuah karung gandum. Dengan karung gandum diangkat sendiri di punggungnya, ia menuju ke rumah ibu yang sedang memasak batu. Seseorang dari pengawal Umar yang menyaksikan pemimpinnya bergerak dengan cepat membawa karung gandum menawarkan pertolongan, tetapi tawaran itu ditolak oleh Umar.
Setiba di kediaman ibu itu, Umar segera mengolah sebagian gandum tersebut menjadi hidangan. Setelah matang, ibu dan anak tersebut diajak untuk menikmati makanan tersebut hingga kenyang.
Setelah ibu dan anak ini selesai makan dengan cukup, maka Umar pun berpamitan. Sesudah itu, ia memberikan pesan agar besoknya ibu dan anak tersebut mengunjungi Baitul Mal untuk bertemu dengannya dan menerima jatah makanan dari negara.
Esok harinya, ibu tersebut mengunjungi Baitul Mal untuk memohon jatah tunjangan pangan untuk dirinya dan anaknya. Umar menyambutnya dengan senyuman ceriaKetika sang ibu menyadari bahwa orang yang membantunya di malam gelap ialah Umar sang Amirul Mu’minin, kejutannya begitu segera terasa.
Umar malah dengan ramah menghampiri ibu ini sambil mendekat dan mengungkapkan permintaan maafnya. Selaku pemimpin, Umar tidak ragu untuk memohon maaf kepada rakyatnya yang terlupa dalam perhatiannya.
Kisah Wafatnya Umar bin Khattab
Kisah Umar Bin Khattab Dan Kepemimpinannya-Mendekati saat menjelang kematiannya, Umar Bin Khattab menyadari bahwa keadaannya semakin rapuh dan usianya telah lanjut. Ia kemudian memohon kepada Allah SWT agar diberikan keberkahan syahid, dan permohonannya pun dikabulkan oleh Allah.
Diketahui bahwa Beliau wafat setelah dibunuh saat sedang menjalankan kewajiban menjadi imam sholat Subuh oleh Abu Lu’lu’ah Fairuz, seorang budak al-Mughirah yang berasal dari Persia. Dia menghabisinya karena rasa kecewa atas kekalahan Persia, yang pada saat itu merupakan kekuatan dominan, oleh pasukan Islam. Dia diserang dengan pisau sebanyak 6 kali yang mengakibatkan luka parah.
Peristiwa tersebut dimulai sebelum fajar menyingsing pada hari Rabu, tanggal empat Dzulhijjah tahun ke-23 Hijriyah. Umar keluar dari kediamannya dengan tujuan untuk memimpin shalat Subuh. Ia mengarahkan beberapa individu di Masjid untuk menyusun barisan shaf sebelum pelaksanaan shalat.
Sejenak sebelum hendak memulai niat sholat dan melantunkan takbir, tiba-tiba Abu Lu’lu’ah muncul di depan Umar. Dengan tiba-tiba, dia menusukkan senjatanya ke tubuh Umar sebanyak tiga hingga enam kali. Umar merasakan panasnya senjata itu meresap dalam dirinya, lalu dia menoleh kepada jamaah dan memberi perintah kepada mereka untuk mengejar Abu Lu’lu’ah.
Abu Lu’lu’ah menusuk jamaah yang berusaha menangkapnya, hasilnya enam orang tewas. Setelah peristiwa tersebut, dia mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Tusukan yang dilakukan oleh Abu Lu’lu’ah mengenai bagian bawah pusar Umar Bin Khattab dan menyebabkan lapisan kulit bagian dalam serta usus lambungnya terputus. Akibat dari luka ini, Umar Bin Khattab tidak mampu berdiri karena rasa sakit yang luar biasa, sehingga dia terhempas ke tanah.
Kemudian, Abdurrahman bin Auf segera mengambil alih tugas mengimami shalat. Setelah insiden tersebut, Umar Bin Khattab dibawa pulang ke rumahnya dalam keadaan tak sadarkan diri dan pendarahan terus mengalir dari tubuhnya. Para sahabat berupaya membangunkan beliau saat waktu shalat tiba.
Kemudian, ia akhirnya sadar dan segera melakukan sholat. Setelah menyelesaikan sholatnya, ia bertanya siapakah orang yang telah menusuknya. Kemudian, sahabat-sahabat tersebut memberikan tanggapannya.
Setelah momen itu, Umar Bin Khattab merasa penuh rasa syukur karena ajalnya terjadi oleh tangan seseorang yang tidak memiliki iman, melainkan oleh individu yang bahkan tidak pernah bersujud kepada Allah SWT. Tak berapa lama setelah insiden itu, beliau menghembuskan nafas terakhir. Setelah beliau meninggal dunia, jabatan kepemimpinan sebagai khalifah diambil alih oleh Utsman Bin Afan.
Demikianlah kisah Umar bin Khattab dan kepemimpinannya yang patut kita teladani, semoga bermanfaat.
Baca juga : Kisah Nabi Syu’aib Dan Mukjizatnya