Mengenal Kota Tua Al Balad Jeddah Arab Saudi

Mengenal Kota Tua Al Balad Jeddah Arab SaudiJeddah tidaklah asing bagi mereka yang telah menjalani ibadah haji atau umrah, karena kota ini merupakan pintu gerbang menuju Tanah Suci. Namun, tidak banyak yang menyadari bahwa Jeddah juga memiliki sejarah yang kuat dalam perkembangan Islam. Mari kita mengenal kota tua Al Balad Jeddah Arab Saudi lebih dekat. 

Di tepi Laut Merah, Jeddah adalah kota pelabuhan dengan sejarah yang kaya. Al Balad Historical District adalah bukti nyata dari warisan kuno yang masih terpelihara dengan baik hari ini. 

Al Balad, seperti yang dilaporkan oleh Lonely Planet, tetap setia pada keasliannya di tengan perubahan yang melanda kota-kota lain. Meskipun zaman telah berlalu, wilayah ini mempertahankan jejak masa pra-Islam saat suku-suku nelayan pertama kali menetap di sini secara bertahap. 

Al Balad berarti “kota” dalam bahasa Arab. Istilah ini juga mengacu pada Kota Tua Jeddah yang dahulu menjadi simbol kejayaan perdagangan lintas negara di dunia Islam. Daerah ini dulu menjadi pusat utama Jeddah. 

Sejarah Kota Tua Al Balad 

Pada masa kekhalifahan Islam abad ke-7, kota tua ini tumbuh dan berkembang. Al Balad didirikan sebagai pelabuhan untuk menyambut peziarah ke kota suci dan sebagai jalur lintasan Samudera Hindia dari abad ke-16 hingga 20. 

Dengan posisinya yang strategis, Al Balad tumbuh menjadi jalur perdagangan ramai antara Yaman dan Eropa. Pada masa itu, Al Balad sungguh menjadi pusat aktivitas yang sibuk dan bersemangat, dihuni oleh pedagang-pedagang dari berbagai negara. Oleh karena itu, tak heran jika Al Balad dianggap sebagai pusat Kota Jeddah yang berdenyut. 

Dari zaman awal kekhalifahan Islam, Al Balad telah menjadi tempat yang ramai dikunjungi oleh jutaan peziarah yang melakukan perjalanan melintasi Samudera Hindia menuju kota suci Makkah. Mayoritas dari mereka berasal dari Afrika Utara, Asia Selatan dan Tengah. 

Baca juga : 11 Manfaat Wudhu Untuk Kesehatan

Al Balad, berjarak 75 kilometer (47 mil) dari kota suci Makkah, menjadi tempat berkumpul umat Islam dari segala penjuru dunia. Karena hal itu, Al Balad disebut sebagai pintu gerbang menuju Makkah. Selain itu, kawasan yang juga dikenal sebagai Old Jeddah ini bukan hanya sebuah gerbang sejarah, namun telah menjadi destinasi populer di Jeddah. 

Di awal abad ke-16, ketika Kesultanan Turki Utsmani mulai berkuasa, Jeddah menghadapi tekanan dari berbagai pihak, termasuk serangan yang terus menerus dilancarkan oleh penjajah Portugis. Pada tahun 1516, armada Portugis berhasil memasuki Jeddah, namun berkat keberanian pasukan Turki Utsmani di bawah pimpinan Suleiman Basha, serangan tersebut berhasil dihalau. 

Pada tahun 1517, Kekaisaran Utsmani berhasil menundukkan Dinasti Mamluk dan menguasai Makkah serta Jeddah. Pasca pengambilalihan tersebut, mereka mendirikan sebuah struktur pertahanan di Jeddah yang terdiri dari dinding kokoh. Dinding pertahanan ini dirancang untuk menghalangi serangan Portugis dan dilengkapi dengan enam menara pengawas serta enam gerbang kota. 

Di zaman lampau, tembok itu disiapkan dengan benteng, menara dan meriam untuk menolak kapal-kapal yang menyerang kawasan itu. Namun, pada abad ke-19, tembok yang sebelumnya memiliki enam gerbang itu direnovasi menjadi hanya empat gerbang besar dengan penambahan empat menara. 

Gerbang-gerbang ini berperan sebagai pintu masuk ke wilayah lain: Gerbang utara menuju Syam, gerbang timur menuju Makkah, gerbang selatan menuju Sharif dan gerbang yang menghadap laut menuju al-Magharibah. 

Setelah Kekaisaran Utsmani jatuh pada tahun 1915, sebagian dari tembok Jeddah juga diruntuhkan. Meskipun tembok tersebut hancur, sejarah Kota Jeddah yang telah berlangsung selama berabad-abad tetap tidak terhapus. Salah satu gerbang utamanya, yang disebut “Bab Makkah”, masih digunakan hingga saat ini sebagai akses menuju Makkah. 

Kawasan Al Balad Sekarang 

Di saat ini, Al Balad telah menjadi terkenal sebagai tempat di mana orang dapat mencari beragam produk, termasuk oleh-oleh haji. Pasar dan pusat perbelanjaan di Balad menjadi destinasi favorit bagi para wisatawan serta jemaah haji atau umrah. 

Di kota tua Al Balad ini terdapat sejumlah monumen, bangunan berseharah, pasar tradisional, alun-alun dan masjid yang menjadi ciri khasnya. Salah satu contohnya adalah Masjid al-Syafi’i atau dikenal sebagai Masjid Syafi’i, yang telah berdiri sejak zaman kekhalifahan Islam yang ketiga di Jeddah. Masjid ini diakui sebagai masjid tertua yang ada di Al Balad. 

Bangunan masjid ini dibuat sesuai gaya tradisional Fatmid yang berasal dari masa 970-1171 M. Di sekitarnya, terdapat kaligrafi Islam yang menghiasi dinding masjid. Di Al Balad, Souk Al-Nada juga dikenal sebagai salah satu pasar paling diminati di Jeddah. 

Lebih dari 150 tahun lalu berdirinya, pasar Souk menjadi tujuan wisata yang ramai dikunjungi saat bulan Ramadhan, dimana orang-orang membeli makanan untuk berbuka puasa. 

Sebagai daerah pelabuhan yang berdekatan dengan Laut Merah, Jeddah berada di wilayah yang dulunya merupakan bagian dari Kesultanan Turki Usmani (ditulis sebagai Ottoman). Hal ini menyebabkan orang dari berbagai tempat datang dan pergi di wilayah bekas kekuasaan Ottoman. Tidak heran, di tengah kesibukan sebagai kawasan yang ramai, Jeddah memiliki bangunan-bangunan kuno yang terus terkikis oleh waktu namun tetap memancarkan pesona khasnya. 

Bangunan-bangunan bertingkat, dengan arsitektur khas yang mengingatkan pada masa lampau di Jazirah Arab, bersama dengan pepohonan pakis yang berbeda, menciptakan atmosfer yang sangat berbeda dari kota-kota penting lainnya di Saudi seperti Mekkah dan Madinah, yang merupakan situs suci bagi umat Islam. 

Pada dua kota suci (Haramain) umat Islam, bangunan-bangunan modern terus berkambang. Hotel-hotel bergaya masa kini terus memperbarui dua kota tersebut karena permintaan jamaah haji dan umrah akan akomodasi serta fasilitas umum. 

Beberapa area banguna kurang terawat, misalnya pintu kayu yang lapuk dan tembok yang agak rusak. Namun, bagi beberapa penggemar fotografi, titik-titik tersebut justru menarik untuk difoto atau sekedar latar swafoto. 

Berkunjung ke Al Balad saat teriknya siang hari adalah keputusan yang tidak tepat. Selain suhu yang bisa mencapat 39 derajat Celsius pada bulan September, Jeddah Lama juga memiliki tingkat kelembaban tinggi karena dekat dengan Laut Merah yang basah. 

Cuaca yang panas dengan kelembaban di atas 80 persen sering kali tidak nyaman bagi sebagian orang karena kulit mereka mudah berkeringat dan terasa lengket. Namun, di Mekah atau Madinah, meskipun panasnya bisa mencapai lebih dari 40 derajat Celsius, kelembabannya rendah sehingga udara menjadi kering. Akibatnya, meskipun cuasa panas, kulit tidak mudah basah oleh keringat. 

Al Balad, yang berdekatan dengan Pasar Kurnis dan Masjid Qishas, sering dijadikan destinasi wisata bagi jamaah Indonesia. Pasar Kurnis menjadi tempat yang paling diminati untuk berbelanja parfum, perhiasan emas, barang elektronik dan kebutuhan lainnya oleh para jamaah. 

UNESCO, melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), memberikan predikat ‘Kota Tua Jeddah’ sebagai warisan budaya dunia yang harus dijaga karena keaslian arsitektur dan lingkungannya yang dapat dipertahankan. 

Al Balad, yang secara global dikenal sebagai Jeddah Historical District, telah diakui oleh UNESCO sebagai bagian dari warisan dunia melalui keputusan World Heritage Committee ke 38 di Doha, Qatar, pada tanggal 21 Februari 2014. 

Sekarang kita sudah lebih mengenal kota tua Al Balad Jeddah Arab Saudi, sebagai bekal informasi bagi jamaah haji ataupun umrah yang akan melaksanakan ibadahnya ke Tanah Suci. 

Baca juga : 12 Tempat Bersejarah Di Mekah

Shares
Butuh Bantuan ?