Peristiwa Sejarah Fathu Makkah Di Bulan Ramadhan

Peristiwa Sejarah Fathu Makkah Di Bulan RamadhanFathu Makkah adalah suatu peristiwa penting yang terjadi pada zaman Rasulullah SAW. Kejadian ini menjadi momen bersejarah yang memengaruhi perkembangan Islam hingga saat ini. Dalam artikel berikut ini akan diulas peristiwa sejarah Fathu Makkah di bulan Ramadhan.

Dengan adanya peristiwa Fathu Makkah, Islam menggambarkan esensinya sebagai agama yang mencintai perdamaian. Rasulullah SAW secara langsung menunjukkan hal ini ketika beliau menjadi pemimpin pasukan Muslimin pada waktu itu.

Fathu Makkah terjadi pada tanggal 17 Ramadhan tahun 8 Hijriyah, di mana kaum Muslimin berhasil meraih kemenangan mutlak dengan merebut kembali Kota Mekkah.

Sejarah Fathu Makkah

Pada awal bulan Dzulqa’dah tahun 6 Hijriyah, Nabi Muhammad dan kaum Muslimin tiba di Mekkah untuk melaksanakan ibadah umroh. Mereka membawa 10 ekor unta yang akan dijadikan hewan kurban. Antusiasme kaum Muslimin terhadap perjalanan umroh ini sangat besar, dan mereka tak sabar untuk kembali menginjakkan kaki di kota kelahiran mereka, Mekkah.

Saat sedang dalam perjalanan, khususnya di Hudaibiyah, kaum Muslim dihadang oleh kelompok Kafir Quraisy. Mereka menanyakan tujuan kedatangan kaum Muslim ke Kota Mekkah. Rasulullah menyatakan bahwa tujuan kedatangannya bersama pasukan Muslim hanya untuk melaksanakan ibadah umroh dan menyembelih hewan kurban. Meskipun begitu, kaum Quraisy tetap menolak kedatangan mereka dan tidak mengizinkan mereka melanjutkan perjalanan.

Baca juga : Sejarah Piagam Madinah Dan Isinya

Setelah mengetahui penolakan tersebut, Rasulullah akhirnya mengirim Utsman bin Affan untuk bertemu dengan pemimpin Mekkah. Utsman diutus untuk menjelaskan niat dan tujuan kedatangan umat Muslim ke Mekkah, namun pemimpin Mekkah tetap menolak kedatangan mereka.

Akibat penolakan tersebut, Rasulullah akhirnya mengusulkan suatu perundingan. Para pihak menyetujui dan perundingan pun diselenggarakan, dengan Rasulullah sebagai perwakilan umat Muslim dan Suhayl bin Amr sebagai perwakilan kaum Quraisy.

Perjalanan perundingan yang berlangsung dengan intensitas tinggi akhirnya mencapai titik temu, menghasilkan suatu kesepakatan yang dikenal sebagai Perjanjian Hudaibiyah. Isi dari perjanjian tersebut melibatkan:

  • Perjanjian gencatan senjata antara umat Muslim dan suku Quraisy Mekkah berlangsung selama sepuluh tahun.
  • Jika seseorang mendatangi Muhammad tanpa izin keluarganya, maka ia harus dikembalikan. Namun, jika ada yang mendatangi kaum Quraisy, maka dia tidak akan dikembalikan.
  • Diberikan kebebasan kepada semua individu di wilayah Arab untuk berkolaborasi dengan umat Muslim dan suku Quraisy.
  • Pada tahun itu, akses kaum Muslimin ke Mekkah masih dibatasi. Mereka baru diizinkan masuk ke Mekkah pada tahun berikutnya, dengan batasan waktu selama tiga hari, dan hanya diperbolehkan membawa pedang tanpa menghunusnya.
  • Ketulusan dan kesediaan kedua belah pihak menjadi dasar dari perjanjian ini.

Perjanjian Hudaibiyah, dipandang oleh umat Muslim sebagai langkah pertama menuju pengembalian kekuasaan di Kota Mekkah. Harapan mereka untuk mengembangkan agama Islam di wilayah tersebut kembali berkembang.

Berdasarkan kutipan dari buku “Mekkah: Kota Suci, Kekuasaan, dan Teladan Ibrahim,” terdapat dua pendorong utama bagi umat Muslim untuk mengambil alih Mekkah. Pertama, kelemahan kepemimpinan Mekkah yang mulai terlihat. Kedua, peningkatan jumlah pengikut Islam. Kedua faktor ini meningkatkan optimisme di kalangan umat Muslim dan membangkitkan semangat untuk memperjuangkan Islam.

Singkatnya, setelah menjalankan ibadah umroh di Mekkah selama 20 hari, Rasulullah dan para sahabat akhirnya kembali ke Madinah. Semuanya berjalan seperti biasa, tetapi kemudian muncul kabar dari Mekkah bahwa kaum Quraisy telah melanggar perjanjian yang telah disepakati.

Kaum Quraisy Mekkah bersama Suku Bakr berkolaborasi dalam melancarkan serangan terhadap Suku Khuzaah, bahkan berhasil menewaskan salah satu pemimpin Muslim dari Suku Khuzaah.

Perbuatan yang dilakukan tersebut menyebabkan Rasulullah marah, sehingga beliau memutuskan untuk menyerang Kota Mekkah. Menyadari pelanggaran tersebut, kaum Quraisy kemudian mengirim Abu Sufyan ke Madinah untuk melakukan upaya diplomasi.

Abu Sufyan mengunjungi beberapa sahabat Rasulullah, termasuk Ali bin Abi Thalib dan Utsman bin Affan. Meskipun demikian, kaum Muslimin tidak memberikan perhatian pada kunjungannya. Dalam keputusasaannya karena tidak berhasil melakukan diplomasi dengan kaum Muslimin, Abu Sufyan akhirnya kembali ke Mekkah.

Rasulullah SAW dan pasukannya bersiap-siap untuk memasuki Kota Mekkah. Selama beberapa tahun, jumlah pasukan Rasulullah terus bertambah, mencapai 10 ribu pasukan yang siap untuk membebaskan Mekkah. Rasulullah memecah pasukannya ke berbagai arah. Saat pasukan Muslim menyerbu Mekkah, kaum Quraisy hanya bisa menyerah. Mereka tidak mampu menahan perlawanan dari pasukan Muslim yang begitu besar.

Abu Sufyan dan para pemimpin Mekkah lainnya akhirnya menyerahkan diri kepada Rasulullah. Dengan demikian, Rasulullah bersama pasukan Muslim berhasil meraih kemenangan dan menguasai Mekkah tanpa adanya pertumpahan darah.

Rasulullah memaafkan semua warga Mekkah dan melarang pasukannya untuk menumpahkan darah. Pada tanggal 17 Ramadhan tahun 8 Hijriyah, Mekkah berhasil dibebaskan dari tangan kaum Quraisy Mekkah. Kejadian ini dikenal sebagai Fathu Makkah.

Pada saat tersebut, berbagai berhala di sekitar Ka’bah langsung dihancurkan. Setelah Ka’bah dibersihkan dari berhala, Rasulullah SAW mengutus Bilal bin Rabbah untuk melantunkan azan untuk pertama kalinya.

Itulah peristiwa sejarah Fathu Makkah di bulan Ramadhan, mudah-mudahan menambah wawasan dan ilmu pengetahuan terutama tentang sejarah Islam

Baca juga : 9 Ilmuwan Muslim Yang Berpengaruh Di Dunia

Shares
Butuh Bantuan ?