Sejarah Perang Ghathafan

Sejarah Perang Ghathafan

Perang Ghathafan adalah perang yang terjadi saat Rasulullah SAW masih hidup. Dalam artikel ini akan dikisahkan sejarah perang Ghathafan.

Tidak bisa disanggah walaupun perang sesuatu yang tidak disukai oleh orang banyak, namun perang tak dapat dihindari hingga harus sampai terjadi suatu peperangan. Islam tidak menyanggahi bahwa manusia mempunyai sifat melakukan perang dalam keadaan yang terjepit, itulah karenanya ada ketentuan yang meliputi perang tersebut supaya bisa mempertahankan nilai akhlak.

Pada akhirnya manusia tak melaksanakan sesuatu hal diluar batas sebab tidak ada perundangan yang mengaturnya. Dalam sejarah Islam ada beberapa macam peperangan, yaitu perang fisik yang artinya berhadapan langsung dan ada juga penyerangan namun tidak sampai bertemu secara fisik yang akhirnya tidak terjadi perang. Biasanya sudah terjadi suatu kesepakatan antara kedua belah pihak.

Perang Ghathafan sendiri adalah perang yang tidak diikuti dengan peperangan secara fisik, sebab pasukan yang akan dilawan sudah meninggalkan medan pertempuran.

Ghathafan adalah suatu nama daerah dari suatu kabilah atau suku di tanah Arab. Mereka bermukim di suatu tempat di kawasan najed. Mereka juga bersekongkol dengan bangsa bani Quraisy ketika terjadi pertempuran Khandaq.

Kelompok sekutu mereka terdiri dari bani quraidzah, bani quraisy, bani nadhir dan bani ghathafan.

Sebab-sebab Perang Ghathafan

Peperangan ini terjadi di tahun 3 Hijriyah pada bulan Rabiul Awal. Perang Ghathafan pecah setelah terjadi perang Sawiq. Dan Perang Sawiq itu sendiri meletus sesudah kemenangan umat Muslim pada Perang Badar.

Saat pasukan muslim tiba dari perang sawiq, timbul provokasi dari bani ghathafan. Muncul berita bahwa mereka sudah menyiapkan bala tentara untuk menyerbu kota Madinah. Sekelompok orang dari barisan Bani Tsa’labah dan Muharib yang bersatu dalam bani ghathafan berkumpul. Sebagai komandonya adalah Du’tsur bin Harits Al Muharibi untuk berangkat menyerbu Madinah.

Berita akan penyerangan itu tercium oleh mata-mata dari kaum Muslim dan memberitahukan kepada Nabi Muhamad SAW dan kaum muslim lainnya di Madinah. Segera Rasulullah membentuk pasukan dan mempersiapkan 450 bala tentara untuk menghadang musuh. Beliau bersama sahabatnya bertolak ke tempat bersengkongkolnya pihak musuh yang akan menyerang itu. Ketika itu Madinah dikawal dan dijaga oleh Utsman bin Affan.
Saat penyerangan itu terjadi di Dzu Amr masuk daerah Najd yakni kawasan yang dekat penduduk bani Ghathafan, mereka bermukim dekat pegunungan. Sekarang daerah Najd adalah kawasan yang masuk ke dalam wilayah Riyadh yang merupakan pusat pemerintahan Arab Saudi.

Najd sendiri ada di tengah-tengah semenanjung Arab dan masuk dalam kawasan dataran tinggi. Dari atas permukaan laut tingginya mencapai 762 m hingga 1525 m. Sekarang ini ada pemukiman-pemukiman di daerah oase yang menunjukkan kawasan bagian timur.

Baca juga : Sejarah Makam Baqi

Kabilah yang tinggal di kawasan ini hanya sedikit, yakni suku badui yang bermukim secara pindah-pindah atau nomaden.

Kawasan Najd adalah daerah di tepi pegunungan Yaman dan Hijaz di daerah barat. Dapat dimungkinkan bahwa pasukan bani Ghathafan ketika itu melarikan diri dari perang ke arah pegunungan ini.

Perbatasan timur daerah Najd yakni Bahrain, utara berbatasan dengan Irak dan Suriah sedangkan bagian selatan adalah padang pasir Rub’al Khali. Daerah Najd sekarang ini adalah kawasan yang diusahakan untuk menciptakan daerah wisata menarik setempat.

Sejarah Perang Ghathafan-Saat perjalanan ke arah Ghathafan, tentara muslim bertemu dengan Hibbab yaitu salah seorang yang berasal dari Bani Tsalabah. Lalu Hibab cepat-cepat untuk dapat bertemu Rasulullah dan ia mengatakan “ jika saja mereka tahu kedatangan tuan pasti mereka segera melarikan diri ke gunung2. Mereka tdk akan pernah berani berperang melawan tuan. Sedangkan aku akan ikut menjadi bagian dari pasukan tuan, dan aku menyerahkan diri pd tuan.

Ketika itu Hibbab langsung masuk Islam. Kemudian Rasulullah mengajak bertemu dengan Bilal. Kemudian ia memberitahu jalan ke daerah Ghathafan tersebut. Saat perjalanan tibalah mereka di desa Dzi Amr, dan turun dari tunggangannya. Lantas berbaris dengan tertib. Tahu-tahu saja hujan turun dengan lebat.

Mendengar kedatangan bala tentara muslim yang langsung dipimpin oleh Nabi Muhammad sendiri, Bani Muharib dan Bani Tsalabah melarikan diri. Mereka kabur melarikan diri ketika itu juga ke arah pegunungan dengan daerahnya. Dengan kedatangan bala tentara muslim mereka amat ketakutan.

Sebab di puncak gunung adalah daerah yang cukup aman bagi mereka untuk bersembunyi dari kejaran pasukan Muslim. Dari puncak gunung mereka dapat mengamati apa yang tengah dilakukan oleh bala tentara muslim.

Oleh karena hujan turun dengan lebat, pakaian dari pasukan pun basah. Kemudian mereka berpencar untuk menjemur pakaiannya masing-masing, salah satunya termasuk Rasulullah sendiri. Kemudian beliau rebahan dibawah pohon yang rindang untuk melepas lelah juga untuk menunggu waktu pakaian kering. Para sahabat lainnya juga sibuk menjemur bajunya masing-masing.

Dari atas puncak pasukan gabungan Ghathafan itu mengintai Rasulullah yang sedang rebahan di bawah pohon sendirian. Lalu mereka mengirimkan seorang yang bernama Da’tsur untuk menghampiri Rasulullah untuk dibunuh.

Kemudian Da’tsur turun dari puncak dan mendatangi Rasulullah sambil menyamar dan datang dari arah belakang. Sesampainya dihadapan Rasulullah ia langsung menubruknya lantas menghunuskan pedangnya kepada Rasulullah.

Dengan sombongnya Da’tsur berkata : Siapa yg akan menghalangiku dan perbuantanku pd hari ini wahai Muhammad? Kemudian Nabi menjawab : Allah.

Mendengar jawaban dari Rasulullah SAW kemudian Da’tsur seluruh tubuhnya gemetar dan ketakutan. Sampai-sampai pedang yang ia pegang jatuh ke tanah seakan tidak sanggup menggenggamnya.

Lalu pedang itu diambil oleh Rasulullah dan beliau berkata sama persis seperti ketika Da’tsur mengucapkan kepada Rasulullah saat menghunuskan pedangnya. Jawaban Da’tsur adalah tidak ada orang lain.

Kemudian Da’tsur diampuni oleh Rasulullah dan akhirnya memeluk Islam dan mengucapkan kalimat syahadat. Stelah itu ia balik lagi ke pegunungan dan mengajak kelompoknya masuk Islam dan meninggalkan ajaran yang dianut sebelumnya yaitu menyembah berhala.

Sejarah Perang Ghathafan, atas kejadian ini peperangan pun tidak terjadi. Umat muslim balik lagi ke Madinah dan tidak kurang suatu apapun.

Da’tsur adalah biang keladi yang menyebabkan perang Ghathafan. Ia melakukan hasutan kepada orang-orang disekelilingnya untuk menumpas umat Islam, tapi justru ia yang menjadi aktor bagi kaumnya untuk memeluk Islam.

Demikian sesdikit sejarah Perang Ghathafan yang akhirnya tidak terjadi kontak fisik antara kaum Ghathafan dan umat muslim.

Baca juga : Perang Anmar

Shares
Butuh Bantuan ?