BPJS Kesehatan resmi jadi syarat umroh. Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, menandatangani Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 1456 Tahun 2022 pada tanggal 21 Desember 2022, yang menetapkan bahwa seluruh calon jemaah umrah dan haji khusus harus menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Ketentuan ini wajib dipatuhi oleh semua calon jemaah dan diatur dalam rangka meningkatkan penyelenggaraan perjalanan umrah dan haji khusus.
Ali Ghufron Mukti, CEO BPJS Kesehatan, baru-baru ini menyatakan bahwa menurut Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) No. 40 tahun 2004, keanggotaan BPJS didasarkan pada prinsip gotong royong. Sebagai hasilnya, semua warga negara Indonesia sebenarnya diwajibkan untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan.
Ali menambahkan, banyak orang masih belum mengetahui isi dari Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Nomor 40 tahun 2004. Dalam undang-undang tersebut, BPJS merupakan program gotong royong yang wajib diikuti. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Presiden yang telah mengeluarkan Inpres Nomor 1 tahun 2022 yang meminta sekitar 30 kementerian/lembaga untuk memaksimalkan program JKN sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Presiden Joko Widodo baru-baru ini mengeluarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 yang mendorong sekitar 30 kementerian dan lembaga untuk memperkuat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Salah satu kementerian yang diminta untuk mengoptimalkan JKN adalah Kementerian Agama.
Sebagai tindak lanjut dari instruksi tersebut, Kementerian Agama menerbitkan ketentuan yang mengharuskan tidak hanya calon jamaah umrah dan haji khusus, tetapi juga para pelaku Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) untuk memiliki kepesertaan JKN. Dengan demikian, seluruh pelaku perjalanan ibadah umrah dan haji khusus diwajibkan memiliki JKN agar dapat terjamin kesehatannya.
Pihak Kementerian Agama (Kemenag RI) merespons dengan serius kritik yang banyak ditujukan pada Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 1456 Tahun 2022 tentang Persyaratan Kepesertaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Penyelenggaraan Umrah dan Haji Khusus.
Direktur Bina Umroh dan Haji Khusus pada Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama (Kemenag), Nur Arifin, menyatakan pemahamannya terhadap KMA 1456/2022 yang dianggap diskriminatif dan menghambat calon jemaah untuk melaksanakan ibadah umroh ke Tanah Suci.
Nur Arifin mengakui bahwa regulasi tersebut memang memberikan beberapa persyaratan tambahan bagi calon jemaah, seperti syarat vaksinasi lengkap dan karantina mandiri selama 14 hari bagi jemaah yang datang dari negara yang masuk daftar zona merah COVID-19. Namun demikian, Nur Arifin menyatakan bahwa hal ini dilakukan untuk memastikan keselamatan dan kesehatan jemaah selama perjalanan dan selama berada di Tanah Suci.
Meskipun begitu, Nur Arifin menyatakan bahwa Kemenag akan terus memantau dan mengevaluasi pelaksanaan KMA 1456/2022. Kemenag juga akan terus berkomunikasi dengan pihak-pihak terkait untuk memperbaiki dan memperbaiki regulasi yang ada, sehingga calon jemaah dapat melaksanakan ibadah umroh dengan aman dan lancar.
Baca juga: Keutamaan Umroh Saat Ramadhan
Dalam hal ini, Nur Arifin menekankan pentingnya kesadaran dan kerja sama dari semua pihak, termasuk calon jemaah, dalam mematuhi aturan dan persyaratan yang telah ditetapkan. Dengan begitu, diharapkan proses perjalanan dan pelaksanaan ibadah umroh dapat berjalan dengan lancar dan aman.
Menurut Instruksi Presiden Nomor 1/2022, Kementerian Agama harus melaksanakan suatu tindakan meskipun hal tersebut mungkin sulit diterima oleh calon jemaah, Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umroh (PPIU), dan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK). Oleh karena itu, Kemenag harus mematuhi instruksi tersebut karena itu merupakan dasar hukum yang harus dijalankan.
Dinyatakan bahwa Kementerian Agama (Kemenag) tidak pernah bermaksud mempersulit pelaksanaan umroh dan haji khusus. Bahkan, sebaliknya, Kemenag berusaha untuk mempermudah proses pelaksanaan umroh dan haji khusus dengan tindakan nyata.
Pada tahun 2020 lalu, saat pandemi sedang melanda, Kemenag berhasil menunjukkan contoh yang baik dalam diplomasi dengan berhasil membawa Indonesia diizinkan untuk menunaikan ibadah umroh dengan persyaratan untuk menunjukkan dokumen resmi negatif Covid-19.
Menurut Nur Arifin, pada bulan Februari 2021 terjadi kasus di mana 125 jemaah umrah menggunakan dokumen palsu. Mereka dinyatakan negatif Covid-19, namun pada kenyataannya mereka positif dan menggunakan dokumen yang tidak sah tanpa proses pemeriksaan yang memadai. Karena insiden ini, Arab Saudi merasa kecewa dan memutuskan untuk menutup umrah sekali lagi.
PPIU meminta Kementerian Agama untuk melakukan upaya diplomasi dengan pihak Arab Saudi. Namun, meskipun usaha tersebut dilakukan berulang kali, Arab Saudi sudah terlantas kecewa karena merasa telah dibohongi.
Saudi Arabia akhirnya menunjuk tiga rumah sakit untuk melakukan tes Covid-19 bagi jamaah Umrah. Sebagai hasilnya, pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan satu pintu untuk perjalanan Umrah melalui Asrama Haji Pondok Gede. Untungnya, tim Tim Advance telah diterjunkan untuk keberangkatan mulai tanggal 23 Desember 2021. Mulai tanggal 8 Januari 2022 hingga saat ini, perjalanan Umrah dari Indonesia telah diizinkan,” ungkap Nur Arifin.
Ditegaskan bahwa Kementerian Agama terus berjuang untuk mendukung Pusat Penyelenggaraan Ibadah Umrah (PPIU) dan Pusat Informasi dan Koordinasi Haji (PIHK), yang memiliki dampak langsung bagi para jemaah umroh dan haji Indonesia. Oleh karena itu, perbedaan pandangan diperbolehkan, asalkan saling memperkuat, dan tidak saling melemahkan.
Asosiasi Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh) berharap agar semua pelaku yang terlibat dalam pelaksanaan Inpres dan KMA dapat memastikan pelaksanaannya berjalan dengan lancar di lapangan, sehingga tidak menimbulkan kesulitan bagi para jemaah. Himpuh juga berharap agar pelaksanaan program ini tidak menghambat atau bahkan membatalkan keberangkatan jemaah.
Himpuh berharap terjalin sinergi yang baik antara pelaku usaha dan regulator untuk menciptakan komunikasi yang konstruktif. Adanya partisipasi suara dari para jemaah dan pelaku usaha sangatlah penting agar keputusan terbaik dapat diambil.
Demikian tentang penjelasan BPJS Kesehatan resmi jadi syarat umroh, semoga kita selalu dimudahkan dalam urusan untuk berangkat ke Tanah Suci.
Baca juga: Tips Umroh Di Bulan Suci Ramadhan