Di Arab Saudi, khususnya di Madinah, terdapat beragam tempat bersejarah Islam yang dapat dijelajahi oleh para jemaah umrah atau haji Indonesia. Salah satu lokasi yang kerap didatangi oleh jemaah haji adalah Masjid Al Ghamamah, yang terletak 300 meter di sebelah barat daya dari Masjid Nabawi. Berikut ini sejarah Masjid Ghamamah di Madinah selengkapnya tertuang dalam artikel berikut ini.
Di kawasan Masjid Nabawi di Kota Madinah, terdapat paling tidak 4 masjid yang memiliki sejarah yang sangat penting, yakni Masjid Al Ghamamah, Masjid Saiyidina Abu Bakar As Siddiq, Masjid Sayidina Ali bin Abi Thalib, dan Masjid Bilal.
Tiga masjid pertama, yakni Masjid Al Ghamamah, Masjid Ali bin Abi Thalib, dan Masjid Abu Bakar terletak sangat dekat satu sama lain, dengan jarak hanya sekitar 50 meter di antara mereka. Ketiga masjid ini berlokasi di Plasa atau Taman Babussalam, di sebelah pintu selatan dari Kawasan Masjid Nabawi, di mana juga terdapat makam Nabi Muhammad SAW. Ketika Anda keluar dari pintu pagar Masjid Nabawi, Anda akan langsung tiba di Plasa tersebut, sebelum memasuki wilayah perhotelan.
Masjid Bilal terletak sekitar 700 meter ke arah selatan dari Plaza Babussalam, menjadikannya masjid terjauh dari Masjid Nabawi. Berbeda dengan Masjid Nabawi, Masjid Bilal terletak di luar area tersebut dan lebih dekat dengan permukiman penduduk serta pusat restoran di Kota Madinah. Sementara itu, Mesjid Ali bin Abi Thalib berada cukup dekat dengan Masjid Abu Bakar, tetapi terasa terpisah karena dibatasi oleh pagar.
Hanya Masjid Bilal di antara keempat masjid tersebut yang aktif digunakan untuk melaksanakan shalat lima waktu. Sementara tiga masjid lainnya selalu terkunci, karena tujuannya bukan untuk ibadah, melainkan hanya untuk kunjungan, kecuali Masjid Ali bin Abi Thalib, yang dijadikan tempat kunjungan oleh jamaah yang sedang melakukan Umrah ketika mereka mengunjungi makam Nabi Muhammad di Masjid Nabawi.
Masjid Al Ghamamah bukanlah bangunan yang sangat besar, hanya berukuran sekitar 50 x 30 meter, namun memiliki dinding yang sangat kuat, terbuat dari batu alam berwarna hitam yang disusun dengan rapi. Masjid ini dilengkapi dengan empat kubah kecil dan empat kubah besar di atasnya, serta satu menara yang cukup tinggi. Bangunan masjid yang kokoh ini pertama kali dibangun pada masa pemerintahan Sultan Abdul Majid Al Utsmani, yang memerintah Kesultanan Ottoman dari tahun 1839 hingga 1861. Pada tahun 1990-1991, Masjid Al Ghamamah mengalami renovasi oleh Raja Arab Saudi, Fahd.
Namun, yang pertama mendirikan Masjid Ghamamah sebenarnya adalah sahabat Nabi, yakni Umar bin Khattab saat menjabat sebagai Khalifah. Ketika awalnya dibangun, tempat itu dikenal sebagai Al-Mushalla, yang berarti tempat shalat. Khalifah Umar mendirikan Al-Mushalla sebagai penghormatan kepada Nabi Muhammad, dengan siapa dia pernah melaksanakan Shalat Idul Fitri untuk pertama kalinya di lapangan terbuka pada tahun kedua Hijriyah.
Baca juga : Kisah Hindun Binti Utbah Dan Hidayahnya
Arti Ghamamah
Setiap masjid memiliki sejarahnya sendiri, namun Masjid Al Ghamamah memiliki kisah yang unik. Menurut kutipan dari buku “Tempat-Tempat Ziarah di Kota Madinah” yang ditulis oleh M. Julius St., istilah Ghamamah merujuk kepada awan atau cuaca mendung. Nama Masjid Ghamamah diberikan karena dalam sejarahnya, pada abad ke-7 Rasulullah SAW pernah diminta oleh penduduk sekitar Madinah yang mengalami kekeringan untuk berdoa kepada Allah SWT agar hujan turun sebagai karunia-Nya.
Kemudian, Nabi Muhammad SAW mengundang warga sekitarnya ke lokasi tersebut untuk melaksanakan sholat Istisqa’ dan berdoa, yang akhirnya menyebabkan awan (ghamamah) berkumpul di langit Madinah, dan hujan pun turun.
Kemudian, dengan menghadap kiblat, beliau berdoa kepada Allah SWT sambil memalingkan punggungnya dari orang-orang. Beliau memutar selendangnya (dengan yang kanan di atas yang kiri) dan mengimami kami dalam shalat dua rakaat, dengan bacaan yang keras di kedua rakaat tersebut. Setelah itu, hujan turun kepada mereka. (Shahih Bukhari).
Dalam riwayat yang berasal dari Abdullah bin Zaid, salah seorang sahabat Nabi juga mencatat bahwa Rasulullah SAW mengundang penduduk sekitar Madinah untuk pergi ke al-Mushalla, sebuah tanah lapang tempat untuk shalat, guna melaksanakan shalat istisqa’.
Al-Mushalla memiliki arti sebagai lokasi beribadah, khususnya tempat untuk melaksanakan salat, karena Rasulullah SAW melakukan salat Idul Fitri di sekitar area terbuka ini, menjadikannya sebagai tempat khusus untuk pelaksanaan salat Idul Fitri. Dikisahkan bahwa peristiwa pertama salat Idul Fitri dilakukan di masjid tersebut pada tahun kedua Hijriah. Karena itu, masjid ini memuat sejarah yang penting dalam kehidupan umat Islam.
Dalam bukunya “Mengais Berkah di Bumi Sang Rasul,” Ahmad Hawassy menjelaskan bahwa sholat hari raya sebaiknya dilakukan di lapangan terbuka atau di masjid, sesuai dengan sunnah. Rasulullah SAW sendiri biasa melaksanakan sholat Ied di lapangan terbuka karena dulunya masjid Ghamamah merupakan area terbuka.
Di tempat ini, Nabi Muhammad SAW juga pernah melaksanakan salat jenazah untuk Najashi, Kaisar Aksum di Abyssinia (sekarang Ethiopia), yang menganut agama Kristen. Najashi dengan ramah menerima kaum Muslim yang melarikan diri ke negerinya untuk menghindari kekejaman orang-orang kafir Quraisy di Makkah. Kemudian, Najashi pun mengucapkan syahadat dan memeluk agama Islam.
Demikianlah sejarah Masjid Ghamamah di Madinah, yang memuat kisah dari masa Rasulullah SAW. Semoga bagi umat Islam yang berkesempatan berkunjung ke Madinah atau menunaikan ibadah umrah di tanah suci, bisa singgah di masjid yang luar biasa ini.
Baca juga : Kisah Nabi Isa AS Dan Mukjizatnya